BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam perkembangan
jaman banyak sekali orang-orang yang melakukan suatu aktivitas dalam
kehidupannya yang memegang pedoman yakni al-quran dan al-hadis.Namun disisi
lain orang yang menjadikan hadis sebagi pedoman pelengkap jarang sekali yang
mngetahui detail apa itu hadis?dan bagi mana ceritanya kita mengetahui hadis
dan dari mana kita tau hadis.
Dijaman serempak ini
golongan umat islam jarang sekali yang mengetahui sejarah hadis apa lagi
perkembanganya untuk menghindari
unek-unek kekeliruan maka kita sebagi umat islam setidanya harus tau sejarah
perkembangan hadis dari zaman rosullulloh sampi sekarang karan hadis merupakan
pedoman khususnya bagi umat islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah perkembangan hadis pada periode Rasulullah ?
2.
Bagaimana sejarah
perkembangan hadis pada periode sahabat ?
3.
Bagaimana
sejarah perkembangan hadis pada periode tabi’in sampai sekarang ?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Sejarah Perkembangan Hadits
Sejarah perkembangan hadis merupakan
masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh
dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi.[1][1] Dengan
memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di
zaman Nabi SAW meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi
hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadis dalam beberapa
periode. Adapun para`ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi
periode sejarah hadis. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan
tujuh periode.[2][2]M. Hasbi
Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode[3][3], sejak periode
Nabi SAW hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.
a.
Periode Pertama: Perkembangan Hadits pada Masa
Rasulutlah SAW.
Periode
ini disebut `Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu dan
pembentukan masyarakat Islam).[4][4] Pada periode
inilah, hadis lahir berupa sabda (aqwal), af’al, dan taqrir
Nabi yang berfungsi menerangkan AI-Quran untuk menegakkan syariat Islam dan
membentuk masyarakat Islam. Para sahabat menerima hadis secara langsung dan
tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. mennheri
ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat.
Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain
atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke
daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi. Pada masa Nabi SAW,
kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja
terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang,
Nabi menekankan untuk menghapal, memahami, memelihara, mematerikan, dan
memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta mentablig¬kannya kepada orang
lain.
b.
Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa
Khulafa' Ar-Rasyidin (11 H-40 H)
Periode ini
disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah’ (masa membatasi
dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW wafat pada tahun 11 H. Kepada umatnya,
beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu
Al-Quran dan hadis (As-Sunnah yang harus dipegangi dalam seluruh aspek
kehidupan umat.[5]
Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar,
periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas
dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para
sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis,dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat
mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Quran.[6][6]`,/ Dalam
praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis, yakni:
1. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh
yang mereka terima dari Nabi SAW yang
mereka
hapal benar lafazh dari Nabi.
2. Dengan maknanya
saja; yakni mereka merivttayatkan maknanya karena tidak hapal
lafazh
asli dari Nabi SAW.[7][7]
c.
Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat
Kecil dan Tabiin
Periode ini
disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amslaar’ (masa berkembang dan
meluasnya periwayatan hadis).[8][8] Pada masa ini,
daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan
pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan
berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka
tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.
Para
sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW diharuskan
berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis
kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan
demikiari, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan
hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis
pun menjadi ramai.
Karena
meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum
Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri.
Adapun
lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan,dan pengembangan hadis terdapat di: Mekah, Madinah, Bashrah, Syam, Mesir.
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada
masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama,
golongan ‘Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua,
golongan khawarij, yang menentang ‘Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga;
golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).
Terpecahnya
umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk
mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. untuk
mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.
d.
Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad
II dan III Hijriah
Periode ini
disebut Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulisan dan pembukuan).
Maksudnya, penulisandan pembukuan secara
resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun
kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik
pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW[9][9]
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal
abad II H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101
H,[10][10] Sebagai
khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam
hapalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak
membukukandan mengumpulkan dalam
buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan
lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam
barzakh.
Untuk
mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur
Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru
Ma'mar- Al-Laits, Al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk
membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu
Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh,
murid `Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis
yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M),
seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.[11][11]
Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat
kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada
pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar
yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim
ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh
dan hadits.[12][12] Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan
hadis atas anjuran Khalifah.
Pembukuan
seluruh hadist yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn
Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari
ulama-ulama hadist pada masanya.
Setelah
itu, para ulama besar berlomba-lomba membukulcan hadist atas anjuran Abu `Abbas
As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah.
Berikut
tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadits :
1. Pengumpul
pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)
2. Pengumpul
pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
3. Pengumpul
pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibrl Shabih (w. 160 H)
4. Pengumpul
pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)
5. Pengumpul
pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)
6. Pengumpul
pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)
7. Pengumpul
pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H)
8. Pengumpul
pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
9. Pengumpul
pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)
Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri
dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.
Kitab-kitab
hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya
cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli hadis adalah:
1. Al-Muwaththa', susurran Imam
Malik (95 H-179 H);
2. Al-Maghazi wal
Siyar,
susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
3. Al-jami', susunan Abdul
Razzaq As-San'any (211 H)
4. Al-Mushannaf, susunan
Sy'bah Ibn Hajjaj (160 H)
5. Al-Mushannaf, susunan
Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)
6. Al-Mushannaf, susunan
Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)
7. Al-Mushannaf, susnan
Al-Auza'i (150 H)
8. Al-Mushannaf, susunan
Al-Humaidy (219 H)
9. Al-Maghazin
Nabawiyah,
susunan Muhammad Ibn Waqid Al¬Aslamy.
10. A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
11. Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
12. Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204 H).
Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua
hijriah adalah Malik,Yahya ibn Sa'id AI-Qaththan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan
Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi,
Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.[15][15]
e.
Feriode Kelima: Masa Men-tasbih-kan Hadis dan
Penyusuran Kaidah-Kaidahnya
Abad ketiga
Hijriah merupakan puncak usaha pembukuan hadis. Sesudah kitab-kitab Ibnu
Juraij, kitab Muwaththa' -Al-Malik tersebar dalam masyarakat dan
disambut dengan gembira, kemauan menghafal hadis, mengumpul, dan membukukannya
semakin meningkat dan mulailah ahli-ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke
tempat lain dari sebuah negeri ke negeri lain untuk mencari hadis.[16][16]
Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan
hadis-hadis yang terdapat di kotanya masing-masing. Hanya sebagian kecil di
antara mereka yang pergi ke kota lain untuk kepentingan pengumpulan hadis.
Keadaan ini diubah oleh AI-Bukhari. Beliaulah yang mula-mula meluaskan
daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadis. Beliau pergi ke Maru,
Naisabur, Rei, Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Damsyik, Qusariyah,
`Asqalani,dan Himsh.
Imam Bukhari membuat terebosan dengan mengumpulkan hadis yang tersebar
di berbagai daerah. Enam tahun lamanya Al-Bukhari terus menjelajah untuk
menyiapkan kitab Shahih-nya.
Para ulama pada mulanya menerima hadist dari para rawi lalu menulis ke
dalam kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak
memerhatikan sahih-tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis dan
adanya upaya dari orang-orang zindiq untuk rpengacaukan hadis, para ulama pun melakukan
hal-hal berikut.
a. Membahas
keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi keadilan, tempat kediaman, masa,
dan lain-lain.
b. Memisahkan
hadis-hadis yang sahih dari hadis yang dha'if yakni dengan men-tashih-kan
hadist
U1ama hadist yang mula-mula menyaringdan
membedakan hadist-hadist yang sahih dari yang palsu dan yang lemah adalah Ishaq ibn Rahawaih, seorang
imam hadis yang sangat termasyhur.
Pekerjaan yang mulia ini kemudian diselenggarakan dengan sempurna oleh
Al-Imam Al-Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang terkenal dengan
nama Al-jamius Shahil. Di dalam kitabnya, ia hanya membukukan
hadis-hadis yang dianggap sahih. Kemudian, usaha A1-Bukhari ini diikuti oleh
muridnya yang sangat alim, yaitu Imam Muslim.
Sesudah Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim, bermunculan imam lain yang mengikuti jejak Bukhari
dan Muslim, di antaranya Abu Dawud,
At-Tirmidzi,dan An-Nasa'i. Mereka
menyusun kitab-kitab hadis yang dikenal dengan Shahih Al-Bukhari, Shahih
Muslirn, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi,dan Sunan An-Nasa'i. Kitab-kitab itu kemudian
dikenal di kalangan masyarakat dengan judul Al-Ushul Al-Khamsyah.
Di samping itu,
Ibnu Majah menyusun Sunan-nya. Kitab Sunan ini kemudian
digolongkan oleh para ulama ke dalam kitab-kitab induk sehingga kitab-kitab
induk itu menjadi sebuah, yang kemudian dikenal dengan nama Al-Kutub Al-Sittah.
Tokoh-tokoh hadis yang lahir dalam masa ini
adalah:
1. `Ali Ibnul
Madany 8. Musim
2. Abu Hatim
Ar-Razy 9. An-Nasa’i
3. Muhammad Ibn
Jarir Ath- Thabari 10. Abu Dawud
4. Muhammad Ibn Sa'ad 11. At-tirmidzi
5. Ishaq Ibnu
Rahawaih 12. Ibnu Majah
6.
Ahmad. 13.
Ibnu qutaibah ad-Dainuri
7.
Al-Bukhari
f.
Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656
H.
Periode keenam
ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu pada masa `Abasiyyah
angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa
Al-Istidraqi wa Al-jami'.[17][18]
Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2
dan ke-3, digelari Mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan
semata-mata berpegang pada usaha sendiridan
pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghapalnya yang tersebar di
setiap pelosok dan penjuru negara Arab, Parsi, dan lain-lainnya.
Setelah
abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat. Para ulama abad keempat
ini dan seterusnya digelari `Mutaakhirin'. Kebanyakan hadist yang mereka
kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab Mutaqaddimin,
hanya sedikit yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para
penghapalnya.
Pada
periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak terdapat dalam kitab sahih pada
abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain:
1. Ash-Shahih, susunan Ibnu
Khuzaimah
2. At-Taqsim wa
Anwa',
susunan Ibnu Hibban
3. Al-Mustadrak, susunan
Al-Hakim
4. Ash-Shalih, susunan Abu
`Awanah
5. Al-Muntaqa, susunan Ibnu
Jarud
Di antara usaha-usaha ulama hadis yang
terpenting dalam periode ini adalah:
1. Mengumpulkan
Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam sebuah kitab. Di antara kitab yang mengumpulkan
hadis-hadis Al-Bukhari dan Muslim adalah Kitab Al Fami' Bain Ash-Shahihani oleh
Ismail Ibn Ahmad yang terkenal dengan nama Ibnu Al-Furat (414 H), Muhammad Ibn
Nashr Al-Humaidy (488 H); Al-Baghawi oleh Muhammad Ibn Abdul Haq
Al-Asybily (582 H).
2. Mengumpulkan
hadis-hadis dalam kitab enam.
Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis
kitab enam, adalah Tajridu As-Shihah oleh Razin Mu'awiyah, Al-Fami'
oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar-Rahman Asy-Asybily, yang terkenal dengan nama
Ibnul Kharrat (582 H).
3. Mengumpukan
hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab.
Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan
hadis-hadis dari berbagai kitab adalah: (1) Mashabih As-Sunnah oleh
Al-Imam Husain Ibn Mas'ud Al-Baghawi (516 H); (2) Yami'ul Masanid wal Alqab,
oleh Abdur Rahman ibn Ali Al-Jauzy (597 H); (3) Bakrul Asanid, oleh
Al-Hafidh Al-Hasan Ibn Ahmad Al-Samarqandy (49I H).
4. Mengumpulan
hadis-hadis hukum dan menyusun kitab-kitab ‘Atkraf.
g.
Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)
Periode ini
adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ke XVII Al-Mu'tasim (w. 656
H.) sampai sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Sarhi wa Al Jami' wa
At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pen-tahrij-an,
dan pembahasan.[19][20].
Usaha-usaha
yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah menerbitkan isi kitab-kitab
hadis, menyaringnya, dan menyusun kitab enam kitab tahrij, serta membuat
kitab-kitab fami' yang umum':
Pada
.periode ini disusun Kitab-kitab Zawa'id, yaitu usaha mengumpulkan hadis
yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke dalam sebuah kitab tertentu, di
antaranya Kitab Zawa'id susunan Ibnu Majah, Kitab Zawa'id As-Sunan Al-Kubra
disusun oleh Al-Bushiry, dan masih banyak lagi kitab zawa'id yang lain.
Di samping itu, para ulama hadis pada
periode ini mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam beberapa kitab ke
dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya adalah Kitab Fami' Al-Masanid wa
As-Sunan Al-Hadi li Aqwami Sanan, karangan Al-Hafidz Ibnu Katsir, dan fami'ul fawami susunan Al-Hafidz As-Suyuthi (911
H).
Banyak
kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung hadis-hadis yang tidak disebut
perawinya dan pen-takhrij-nya. Sebagian ulama pada masa ini berusaha
menerangkan tempat-tempat pengambilan hadis-hadis itu dan nilai-nilainya dalam
sebuah kitab yang tertentu, di antaranya Takhrij Hadis TafsirAl-Kasysyaf
karangan Al-Zailai'i (762), Al-Kafi Asy-Syafi fi Tahrij Ahadits Al-Kasyasyaf
oleh Ibnu Hajar Al-`Asqalani, dan masih banyak lagi kitab takhrij lain.
Sebagaimana
periode keenam, periode ketujuh ini pun muncul ulama-ulama hadis yang menyusun
kitab-kitab Athraf, di antaranya Ithaf Al-Maharah bi Athraf Al-
Asyrah oleh Ibnu Hajar Al-`Astqalani, Athraf Al-Musnad Al-Mu'tali bi
Athraf Al-Musnad Al-Hanbali oleh Ibnu Hajar, dan masih banyak lagi kitab Athraf
yang lainnya.
Tokoh-tokoh
hadis yang terkenal pada masa ini adalah: (1) Adz-Dzahaby (748 H), (2) Ibnu
Sayyidinnas (734 H), (3) Ibnu Daqiq Al-`Ied, (4) Muglathai (862 H), (5)
Al-Asqalany (852 H), (6) Ad¬Dimyaty (705 H), (7) Al-`Ainy (855 H), (8)
As-Suyuthi (911 H), (9) Az-Zarkasy (794 H), (10) Al-Mizzy (742 H), (11)
Al-`Alay (761 H), (12) Ibnu Katsir (774 H), (13) Az-Zaily (762 H), (14) Ibnu
Rajab (795 H), (15) Ibnu Mulaqqin (804 H), (16) Al-Bulqiny (805 H), (` 7)
Al-`Iraqy (w. 806 H), ,(18) Al-Haitsamy (807 H), dan (19) A’ u Zurah (826 H).[20][21]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Penyebab dari
Kodifikasi Hadist itu sendiri dikarenakan telah banyaknya para sahabat,
atau ulama
penghapal hadist yang meninggal dunia.
2.
Penyebab Kedua
adalah banyaknya beredar Hadist-hadist palsu sehingga perlunya
kodifikasi
hadist yang mulai dilaksanakan secara perdana dan massal pada masa
pemerintahan
Khalifah Umar Ibn Abdil Aziz. Yang mereka hanya memperkuat
eksistensi
golongan dan ras mereka saja.
3.
Pada Kodifikasi
Hadist ini melahirkan berbagai ulama dan tokoh-tokoh Seperti yang kita
kenal sampai
sekarang yaitu Perawi Hadist-hadist shahih seperti Imam Bukhari dan
Muslim,
Athurmudzi, Suanan Abu Daud, dan lain-lain yang masih banyak lagi.
4.
Dari sejarah
kodifikasi hadist ini, kita bisa mengetahui kapan masa jaya, kapan masa
kodifikasi yang
banyak memunculkan para ulama ahli hadist yang banyak memhasilkn
kitab-kitab
hadist dan pada masa periode siapa kitab-kitab hadist shahih bermunculan
mulai dari
pertama kali di kodifikasi sampai pada masa periode terakhir kemundura
islam itu
sendiri.
B. SARAN
Dalam menyusun makalah perkembangan hadis
pada masa Rasulullah sampai sekarang pastilah makal ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu bagi para mahasiswa, pembaca dan khususnya kepada dosen
pembimbing ulumul hadis, kami sangat mengharapkan keritik dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Aglayanah, Al-Makki, Metode Pengajaran Hadits: Pada Tiga Abad
Pertama, terj. Amir Hamzah Fachruddin. Jakarta : Granada Nadia. 1995
Ahmad, Muhammad, dkk. Ulumul Hadits.
Bandung: Pustaka Setia. 2005
Al-Baghdadi, Abd. Al- Qahir. Al-Farq baina Al-Firaq. Editor M.S.
Kailani. Beirut : Dar Al-Ma’arifah. 1983
Al-Hadi, Abu Muhammad Al-Mahdi Ibn Abd
Al-Qadir. tt. Thariqu Takhriq Hadits Rasulullah‘Alaihi Wasallam. Darul
Ikhtisam.
IsmaiI,Syuhudi. Kaidah Kesahihan sanad
hadist.Jakarta: Bulan Bintang.1995
Shiddiqiey,TM.Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist.Semarang:
Pustaka Rizki Putra.2001
Sulaiman,Hasan. Abbas, Alwi, Terjemah
lbanatul Ahkam Syarh Bulughuf Maram Jilid I.Surabaya: Mutiara iimu.1995
Zuhri, Muhammad. Hadist Nabi, Tela'ah Historisdan Metodologi.Yogyakarta: Tiara Wacana.2003
[1][1] Endang
Soetari, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung; Mimbar
Pustaka. 2005, hlm. 29.
[2][2] Ibid. hlm.
30
[3][3] M. Hasbi
Ash-Shidieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
1987. Hlm. 46.
[4][4] Barmawie
Umarie. Status Hadits sebagai Dasar Tasjri. Solo: AB. Siti Sjamsijah.
1965
[5][5] Soetari. Op.cit.
hlm. 41-46. Lihat juga Ash-Shiddieqy. Op. Cit. 59-69. Barmawie
Umarie. Op.
Cit. hlm. 17-18.
[6][6] Ash-
Shiddieqy. Op. cit. hlm. 62.
[7][7] Ibid. hlm.
63.
[8][8] Ibid. hlm.
47-54. Lihat juga Ash-Shiddieqy. Op. Cit.hlm. 69-78
[9][9] Ibid. hlm.
78-88.
[10][10] Soetari. Op.cit.hlm.54
[11][11] Ketujuh Fuqaha
Madinah adalah AI-Qasim, `Urwah Ibn Zubair, Abu Bakr Ibn Abdir Rahman, Sa'id
Ibn Musavyab, Abdillah Ibn Abdullah Ibn `Utbah Ibn Mas'ud, Kharijah Ibn Zaid
IbnTsabit, dan Sulaiman IbnYassar. LihatAsh-Shidieqy. op.cit. hlm. 79.
[12][12] Az-Zuhri
menerima hadits dari Ibnu ‘Umar, Sahel ibn Sa’ad, Anas ibn Malik, Mahmud Ibn
al-Rabi’, Said Ibn Musaiyab, dan Abu Umamah ibn Sahel.
[13][13] Ibid.hlm.
8
[17][18] Ibid.
hlm. 103
[20][21] Ibid.
hlm. 132.
0 komentar:
Posting Komentar